Kamis, 30 Mei 2013

ngentot dengan wak li


·  Aku seorang akuntan namaku Imron (30 tahun), bekerja
di sebuah Bank terkenal di Jakarta. Aku sudah
menikah sejak 9 tahun yang lalu dengan seorang
wanita yang sangat cantik, dan kami berdua telah
dikaruniai seorang anak laki-laki tampan yang kini
sudah beranjak dewasa. Hubungan keluarga kami
dibilang sangat harmonis. Aku pintar membagi
waktu antara mengurus pekerjaan, bergaul dengan
orang-orang di lingkungan blok, serta memanjakan
isteri dan ankku. Aku memang bukan seorang
pengembara seks di luar, karena aku yakin isteriku
selama ini sudah memberikan pelayanan seks yang
sangat memuaskan, bak seorang servicer yang
mampu memuaskan kliennya (aku). Tetapi sejak
kecil (entah kelainan atau apa) aku sangat menyukai
hal-hal yang berbau seks dan sebagainya. Aku sering
menonton blue film dan membaca cerita-cerita panas
yang merangsang otot kontolku berkontraksi.
Secara fisik, aku dinilai oleh orang-orang sebagai
lelaki yang gagah. Wajahku ganteng seperti artis
Hollywood, Tubuku kekar dan atletis, muka bersih,
ditambah penampilanku yang mentereng menarik
siapa saja yang melihatku. Tidak sedikit ibu-ibu satu
blok (tetanggaku) yang memuji kegagahanku, dan
tidak sedikit pula teman-teman kerjaku yang
menyanjung ketampananku. Aku menjadi geer
karenanya, karena itulah aku sering melakukan
perawatan tubuh dengan ikutan fitnes ataupun ikut
olah raga lain yang membuatku lebih terlihat gagah,
berharap predikat ‘tampan’ masih kusandang
melalui mulut orang-orang tersebut.
Di lingkungan satu blok, aku mempunyai seorang
tetangga yang kebetulan adalah seorang dukun
pijat. Namanya Mbok Waliah, orang-orang sering
memanggilnya Mbok li atau Wak li. Wak li kini sudah
berusia kepala tujuh (kira-kira 63 tahun )namun
kemampuan pijatnya masih pintar dan dirasakan
betul oleh para pelanggannya. Wak li kini hidup
seorang diri di dalam gubuk pijat kesayangannya.
Sang suami tercinta sudah 20 tahun
meninggalkannya dan mereka sama sekali belum
dikaruniai anak satupun. Wak li sebatang kara di
usianya yang sudah renta itu dan hidup dengan
menggantungkan usaha pijatnya sampai sekarang.
Aku sendiri, jujur, belum pernah merasakan enaknya
pijatan wak li yang menurut orang-orang pijatan wak
li sangat mujarab menyembuhkan beberapa
keluhan.
Meskipun aku belum merasakan pijatan lembutnya,
tapi sampai saat ini, aku dan wak li cukup baik dalam
hubungan tetangga. Wak li adalah sosok wanita tua
yang baik dan penyayang, bahkan ia sering
memanjakan anak laki-lakiku sejak anakku kecil.
Hubungan ‘tetangga’ antara kami berdua pun
mengalir dengan biasa-biasa saja, dan tidak
disangka bila pada suatu siang hubungan itu
melebur menjadi suatu hubungan yang intim
layaknya sepasang suami isteri yang tengah
dimabuk hasrat. Hubungan itu berubah secara tiba-
tiba menjadi suatu hubungan yang lebih dekat
karena dilatarbelakangi oleh nafsu birahi kami.
Rasanya kami berdua pun seperti terbang bersama
dalam udara kenikmatan dan kami pun tak mampu
membendung betapa hasrat kami sangat kuat
hingga kami ingin sekali melakukannya berulang-
ulang sampai hasrat itu terpuaskan.
Siang itu(minggu), mendadak tubuhku pegal-pegal
karena seminggu ini aku dan rekan-rekan kerjaku
touring di beberapa kota untuk sekadar berekreasi.
Sudah hampir seminggu isteriku pulang ke rumah
orang tuanya karena mertuaku tiba-tiba sakit dan ia
berniat merawat orang tuanya selama beberapa
waktu. Anak laki-lakiku pun ikut dengan isteriku
selagi sekarang adalah musim liburan semester
untuk anak sekolah. Aku yang di rumah sendirian,
tidak mempunyai pembantu, tidak ada orang lain,
terpaksa mengerjakan segala tugas rumah seorang
diri. Itu artinya, sudah seminggu aku tidak
melakukan hubungan seks dengan isteriku sehingga
kontolku ini berada dalam keadaan tegang yang luar
biasa dahsyatnya. Dan di saat-saat seperti ini,
dimana aku pegal-pegal di sekujur tubuhku
(termasuk kontolku minta di service) tentu
membuthkan seorang ahli pijat yang sanggup
menyembuhkan keluhan pegalku ini.
Akhirnya, aku memutuskan diri minta bantuan wak li
untuk memijatku. Dengan hanya mengenakan kaos
oblong berwarna putih dan celana jeans biru, aku
pun mengunjungi gubug milik wak li yang cukup tua
namun tertata rapi di dalamnya. Dan tentusaja wak li
tidak menolak permintaanku karena aku ini tetangga
yang lumayan dekat dengannya. Dan aku setuju-
setuju saja, karena aku memang membuthkan
pijatannya untuk menghilangkan rasa pegalku ini.
Lalu kututup pintu rumah wak li supaya tidak ada
orang lain yang melihatku sedang dipijit. Dan setelah
masuk ke kamar wak li, wak li dengan siagap
menutup gordyn kamarnya itu. Kupandangi kamar
praktik wak li. Kamar itu sangat bersih dan rapi,
kasurnya yang bersih ditutupi kelambu biru dan
kesannya seperti kamar pengantin orang-orang
India. Meskipun rumahnya hanyalah gubug yang
mungkin sebentar lagi akan roboh kalau ada angin
besar.
Aku pun disuruhnya melepas baju (telanjang dada)
agar wak li bisa leluasa memijat pinggang dan
dadaku. Ya sudahlah, aku menurut. Kulepas kaos
oblongku, sehingga tubuh kekar ini tercetak dengan
jelasnya dibasahi dengan peluh yang membanjiri
dadaku karena siang ini udara begitu menyengat dan
aku cukup lelah. Wak li sendiri hanya mengenakan
jarit untuk menutupi bagian bawahnya dan bagian
atasnya hanya ditutupi oleh singlet putih tanpa
menggunakan BH seperti ibu-ibu wanita lainnya. Aku
tengkurap di atas kasur itu, sementara wak li sudah
mulai megoleskan minyak (entah namanya apa) ke
bagian punggungku. Sambil memijat-mijat, aku
bercengkarama dengannya.
“Mas Imron badannya kekar ya? Kelihatan perkasa nih,
mas.”
Aku tersenyum nyinyir,”ah, enggak juga kok, Wak.
Biasa aja kayak bapak-bapak lainnya.”
“Rahasianya apa supaya badannya bisa kekar kayak
gitu, mas?”
“Cuma olah raga doang wak, nggak ada lain-lain.”
“Oh….,”hanya itu yang ditambakan.
Tak sampai lima belas menit, aku disuruh
membalikkan badan. Tampak dadaku yang padat
berisi dan susuku yang macho serta otot-otot
tubuhku yang gagah di depan wak li. Wak li
memandang sejenak dadaku. Lalu tersenyum,
sepertinya ia suka dengan dadaku yang gagah ini.
kemudian ia meraba bagian dadaku seperti sedang
menggerayangi penuh nafsu. Sontak saja, kontolku
yang memang udah sering ngaceng, jadi tambah
ngaceng lagi karena rabaannya yang begitu halus.
Aku diam saja. Wak li kemudian melakukan hal yang
serupa: memijatku. Ah, sungguh rasanya dipijat di
bagian dada oleh wak li sangat enak. Aku menyesal
karena selama ini tidak pernah meminta bantuannya
memijatku.
“Wak, bagian paha dan betis juga ya? Disitu juga
pegel,”ujarku.
“Tapi celananya lepas dulu ya, mas. Biar wak enak
mijitnya.”
Aduh, parah! Aku disuruh melepas celana jeasku!
Aku cukup panik, bagaimana kalau wak li melihat
kontolku ini sedang ngaceng ? Lagipula, aku Cuma
pakai kolor renang yang sangat ketat. Sehingga
kalau jeansnya kulepas, terlihat bagaimana besarnya
kontolku itu mengembung di balik kolor renangku.
“Ya udah deh, wak,”aku bersikap seolah-olah pasrah
saja. Biarin aja. Apa yang nanti terjadi, ya terjadilah.
Lima menit kemudian, tangan wak li beranjak
melepas gesper / sabuk jeans ku. Matilah aku! Mau
bagimanapun juga, kontol ini akan kelihatan
ngaceng karena kolor renangku sangat ketat. Aku
bahkan tidak bisa mengendalikan kontolku untuk
tidur selama beberapa saat, setidaknya sampai aku
selesai dipijat wak li. Tapi tidak bisa. Kontol ini terus-
menerus ngaceng seolah-olah kontol yang besar
perkasa ini juga minta dipijat,minta ditarik-tarik,
minta dikocok-kocok, minta diciumi, minta diemut-
emut, dan yang nggak kalah penting kontol ini
meminta sang empunya untuk menembakkan peluru
yang warnanya putih pekat itu. Tau ah! Aku pun
membantu wak li melepas celanaku.
Saat itu, yang tersisa hanyalah kolor renangku saja.
Aku tidak memakai rangkapan celana dalam lain
karena bagiku, kolor renang sajasudah cukup. Dan
hanya dengan memakai kolor renangku saja,
bendulan kontolku yang tercetak di kolor itu pun
jelas terlihat. Wak li terkejut bukan main melihat
bagian tengah kolor renangku tercetak dengan jelas
kontol ini sedang berdiri. Lagi-lagi ia memandang
sejenak bendulan besar kontolku, kemudian
tersenyum nakal. Wak li lalu melanjutkan aksinya
memijit bagian paha dan betisku berurutan. Perlahan
rasa pegal di bagian bawah tubuhku ini pun hilang
dengan pijatan yang hangat itu. Dan tinggal satu
masalahku , yakni kontolku. Sungguh, aku sepertinya
tidak mampu mengendalikan senjata ampuhku ini
untuk sedikit melemas, karena setiap detik rasanya
kontol ini berdenyut-denyut. Aku pun semakin
khawatir kalau-kalau wak li memandang denyutan-
denyutan kontol ini. Dan tanpa permisi, aku
membetulkan letak kontolku sekaligus
mengendalikan kontol ini agar tidak terlalu
berdenyutan. Tetapi dengan mata yang masih tajam,
wak li lagi-lagi melihatnya. Dan bukan hanya itu,
reaksi wak li pun semakin berani dan ia menanyakan
sesuatu yang semenstinya tidak sopan
dipertanyakan oleh dua orang berlainan jenis yang
tidak bersuami-isteri.
“Kenapa mas? Mas Imron kontolnya ngaceng ya?”
Aku terkejut. Sangat terkejut. Aku dibuat gugup
mendengar pertanyaan wak li. Tapi namanya juga
‘sudah terlanjur’, mau tidak mau harus kujawab apa
adanya,”e..eh..iya nih, wak! Tau kenapa dari tadi
ngaceng mulu.”
“Udah berapa hari nggak ngocok mas?”
“Seminggu, wak. Tuh, sampe ngacengnya parah
kaya gitu
Quick reply to this message
Wak li hanya tersenyum. Sepertinya, ia iba melihatku
menderita dengan kontol yang semakin ngaceng ini.
Ia pun malah semakin nekat, tangan kanannya
meraba dengan kasar bendulan kontolku yang
tambah ngaceng kayak gini. Oh…..sungguh rasanya
sentuhan tangan wak li membuatku sangat
terangsang, dan yang terjadi kontolku malah terus-
menerus berdenyut sehingga wak li pun bisa
merasakan denyutan kontolku.
“Ini sih ngacengnya udah parah, mas. Keras banget
kayak linggis. Udah minta muncrat tuh.”
“Iya, wak…bingung banget. Kayaknya abis ini aku
mau ngocok deh,”
Wak li tersenyum nakal, sementara tangannya masih
merabai kontolku. Aku pun menjadi gugup, berharap
pertolongan selanjutnya datang dari wak li.
“Kalau kontolnya wak kocokin mau nggak, mas?”
Senang sekali aku mendengar tawarannya. Wak li
yang selama ini baik terhadap keluargaku, dengan
senang hati mau memberikanpelayanan servis
pengganti isteriku. Aku tentu tidak menolak, karena
aku ini memang butuh seseorang yang sementara ini
bisa mengalihkan tugas isteriku, yakni seseorang
yang memang bisa kuajak bekerjasama dalam
memuaskan nafsuku.
“Mau-mau. Kontolku kocokin sekarang dong, wak.
Udah nggak tahan nih.”
Tanpa basa basi wak li langsung melepas celana
renangku. Dan dengan sigap,tangannya segera
meraih kontol besarku. Aku pun membantunya
melepas celana renangku sampai aku betul-betul
telanjang bulat. Ah, baru kali ini aku telanjang bulat
di hadapan oran lain yang bukan isteriku. Tapi aku
suka sih. Dan yang kulakukan kemudian hanyalah
menikmati kocokan wak li yang nanti akan menjadi
kocokan paling spesial dan kocokannya akan selalu
kukenang.
Wak li terangsang melihat kontolku yang panjangnya
hampir 18cm dengan diameter 5cm, ditambah buah
pelir / itil yang hangat plus rambut kelamin yang
sangat lebat selebat hutan belantara. Kontol dan
belahan dada kekarku sungguh menantang di
hadapannya, seakan-akan inilah profil laki-laki gagah
perkasa era tahun ini. Tangan kanan wak li
meggenggam erat kontolku yang tegang, sementara
tangan kirinya merabai buah pelir dan jembutku
bergantian. Dan genggaman tangan itu sangat erat,
bahkan sampai kepala kontolku ini mencuat dengan
gagahnya hingga lubang kontol terlihat begitu
indanya. Ada cairan lengket yang sedikit sudah
muncul di permukaan lubang ini, cairan mani hasil
pikiran jorok lelaki sepertiku.
Lubang kontol yang basah ini kemudian dibauinya,
seperti kucing pemburu yang sedang membaui
makanan kesayangannya. Ditempelkannya kepala
kontolku pada lubang hidungnya, dan wak li pun
bernafas sambil membaui kepala dan lubang
kontolku dengan penuh nafsu. Kontol ini agak bau
memang, tapi bau itulah yang justru membuatnya
sangat terangsang.
“Baunya peju mas. Udah mau muncrat tuh.”
“Kocokin aja wak, aku nggak tahan nih.”
Tanpa berpikir panjang, wak li akhirnya melakukan
apa yang aku minta. Tangan kanannya mengocok-
kocok kontolku dengan gemasnya sedangkan tangan
kirinya masih bermain-main dengan itil dan
jembutku. Gila, rasanya nikmat sekali kocokan wak li.
Aku terus menerus mendesah sambil membuka
mulut karena hasrat yang tak kunjung terpuskan ini.
“Oh…wak li, ayo..ngocoknya tambah kenceng lagi
dong. Biar tambah nikmat. Oh…oh….”
“Iya, mas. Ini kontolmu gede sekali. Pasti rasanya
nikmat kalo dirasain.”
“Ya udah…diemut aja wak! Pokoknya kontolku ini
diurus deh sampe muncrat. Nih!”ujarku penuh nafsu
sambil ku rentangkan kakiki dan kupamerkan lebih
jelas Mr.Big ku.
Aku sunggu tak kuasa menahan nafsu birahiku saat
dia mengocok dengan gesit kontol ini. Kontol ini juga
semakin menantang! Tubuhku bergetar- getar
menahan gejolak yang muncul karena nikmatnya
kocokan wak li. “Oh…oh…oh…terus wak! Oh…..”
Sementara dia masih dengan setianya mengocok-
ngocok dan menarik-naik kontolku yang gagah
perkasa ini. Edan, enak sekali kocokannya. Sangat
nikmat rasanya. Meski dia suda tua, tapi dia begitu
menggairahkan. Tidak ada salahnya kalau kucoba
saja dia, itung-itung selain sebagai pelampiasan
hasrat, aku membantu memenuhi kebutuhan
biologisnya
Aku mendesah lebih keras lagi dengan suara
erangan yang penuh dengan gairah. Kulihat diapun
semakin kesenangan dengan apa yang sedang
terjadi di dalam kamar itu. Sampai lima belas menit
kemudian, tubuhku mengejang penuh gairah, serta
kenikmatan ini rasanya telah mencapai puncak
asmaraku. Crottt….peluru dahsyat berwarna putih
pekat nan kental keluar seperti tembakan mitriliur.
Spermaku muncrat deras dan sebagiannya melelehi
tangannya yang sedang mengocok.
“Oh….oh….akhhhh……aku keluar, wak. Aku
muncrat…”
Dia tidak banyak bicara. Dia sedang terobsesi
dengan kontolku yang selalu menunjukkan pesona
kejantananya. Diapun meninum semua sperma yang
kukeluarkan dengan senangnya. Kontolku yang
masih ngaceng, pun dia emut-emut dan dia sedot-
sedot berharap ada tetesan sperma lagi yang keluar.
Mulutnya belepotan penuh spermaku, karena
memang saat itu aku banyak mengeluarkan cairan
kental ini.
Setelah itu, perlahan kontolku tergolek lemas dan
mengendur. Kontraksi kontol ini semakin berkurang
karena aku sangat lemas. Namun wak li memang
pintar. Ia melakukan segala cara, apapun agar
kontolku ini kembali ngaceng dan kami siap
melakukan permainan selanjutnya.
“Mas, sebenernya wak sudah lama pengin main
bareng mas Wak merasa bergairah dengan tubuh
kekar mas yang punya kontol hebat ini.”
Dia mengungkapkan curahan hatinya bahwa sudah
lama dia terobsesi denganku. Baiklah, ini aji
mumpung bagiku.
“Aku juga wak, gimana kalau hari ini kita puas-
puasin aja main bareng?”
Dia langsung setuju. Wak li lalu melepas singlet
putih yang dikenakannya, dan jelas terlihat
gondelannya yang memukau membuatku ingin
menggigitinya. Kuggiti dan kuemut-emut gondelan
susunya itu. Dia mengeluh kegelian,, namun
sebenarnya kesenangan dengan ulahku yang nakal
ini. Perlakuaknku terus berlanjut dengan menciumi
leher dan bahunya bergantian. Ciuman yang penuh
nafsu birahi. Tapi bisa kupastikan dia selalu
melenguh dan merintih kecil yang membuatku
kembali bergairah melakukannya. Kurengkuh
tubuhnya agar aku bisa menguasai penuh tubuh
indah wak li. Tetap kucium-ciumi lehernya yang
semampai dan menggairahkan itu. Wak Ii dengan
gemas mencakar-cakar bahuku dan menjambak
rambutku karena tidak tahan.
Ciuman itu kembali merajah ke bawah. Aku kembali
menikmati susu wak li. Tangan kananku ini, dengan
beringasnya melepaskan kain penutup wak li. Dia
tidak menolak, malah bahkan membiarkan aksi
brutalku ini. Kulepaskan kain penutup tubuh itu lalu
kulemparkan ke bawah, kini tubuhnya yang sangat
menggairahkan jelas terlihat di depan mataku.
Woww…tubuh putih mungil, nan renta, membuatku
ingin segera menguasainya. Memeknya merekah
bersih tanpa sehelai bulupun. Aku pun beranjak
meciumi bagian bawah tubuhnya. Dia sama sekali
tidak mneolak. Kuperhatikan, dia mendongakkan
kepalanya dan membuka mulutnya sambil
mengeluarkan nafas. Lidahnya menari-nari di
bibirnya karena hasrat.
Kugigiti pahanya dan dia tambah merasa nikmat
dengan makin kerasnya pula desahannya. Dan
setelah itu, aku lidahku bergelirnya menuju bagian
tengah di antara dua pahanya, di bagian itulah lidah
ini merasa menemukan gairah untuk menjilatinya.
Menjilati bagian lunak itu. Lidah ini kumain-mainkan
dengan otot-otot mulutku yang kuat, menjilati
bagian bibir memeknya yang lembek. Kemudian
masuk ke bagian yang lebih dalam lagi dari bibirnya.
Disana, mulutku menemukan klitorisnya. Kugigit-
gigit dengan ganas dan diapun semakin menjadi-jadi
erangannya. Tangan wak li yang lincah, tetap
menjambak-jambakkan rambutku, namun tidak
bermaksud menarik kepalaku dari bagian nikmat itu.
Malah justru terkesan menekan-nekan kepalaku ini
agar aku terus menguasai memeknya.
Kemudian dengan tiba-tiba, dia terbaring dan
melentangkan pahanya agar aku bisa menguasai
dengan penuh betapa enak memeknya. Akupun
semakin bersemangat. Kulakukan pemanasan ini
dalam dua puluh menit di bagian itu, dan diapun
mengalami orgasme pertamanya. Ada cairan putih
kental yang juga keluar dari memeknya, yang
beriringan dengan suara erangan mulutnya karena
tidak tahan. Kucabut lidahku dari bagian itu, dan
memeknya yang basah kuyup kusodok-sodok
dengan jari tengahku sehingga ia pun semakin
mengerang penuh iba. Sejenak kemudian, tubuh wak
li terkulai lemas seperti kapas yang tertiup angin.
Nafasnya masih terengah-engah dengan lidah yang
masih menari di bibirnya.
Kutindihi tubuh wak li. Kami pun saling berpagutan.
Kuciumi kembali lehernya yang menggairahkan dan
pipinya yang kempot nan manis kujilat-jilati.
Hidungnya yang mancung sedang memohon pada
mulutku untuk dikulum. Kukulum hidungnya
sehingga diapun gelagapan seperti orang yang
kehabisan nafas. Kemudian, kukecup bibirnya dan
diapun membalas kecupanku dengan hot. Kami
saling berciuman, saling berbagi ludah, dan lidah
kami saling berpagutan. Kami cukup lama
melakukan ini hingga sampailah kami pada
permainan inti.
Dengan sanga perkasanya, kontolku kembali
ngaceng. Kupertontonkan tubuhku di hadapan wak li.
Dia masih dalam keadaan terangsang dengan
memainkan lidah serta putting susunya yang
menggoda. Di hadapan dia, kukocok kembali
kontolku dengan kocokan yang lebih cepat dan
dengan gaya menantang ala pria perkasa. Setelah
puas dengan aksiku, aku kembali menindihinya dan
kumasukkan lubang kontolku ini ke dalam
memeknya. Memek yang merekah itu kubobol.
Blessss……..memek wak li terasa empuk saat
kutusukkan senjata pamungkasku. Dia merintih
keenakan, dan pasrah dengan bagaimana nanti
kelakuanku. Kugoyang-goyangkan maju mundur
pantatku dan otomatis memek itu kusodok dengan
stick keras kepunyaanku. Wak li semakin menggila,
ia memukul-mukul punggungku dengan gemas
karena tidak tahan. Suara mendesah dan
merintihnya pun semakin keras.
“Oh…mas, mas, kamu edan mas! Edan”
“Eenak kan wak? Ayooo ngaku, kontolku enak
enggakkkkk? Akhhh….”
“Ohh,oh…enak sekali mas, oh…kontolnya gede
banget mas. Marem banget. Wak seneng banget.
Oh…”
“Iya wak…oh….oh….tterus mmendesahnya wak. Oh,
…wak li, memekmu sangat menggairahkan. Aku mau
kalau tiap hari kayak gini wak.”
“Ahhh…ah….oh…terus mas, terus dorong dorong
bokongnya. Oh….edan kamu mas! Kamu edan!”
“Nikmat wak….rrrasanya eenak ssekalii. Ohhh…
oh….memekmu wak…memekmu, ohhhhh.”
“Kontolmu mas…kontolmu,,,edan kamu mas!
Kontolmuuu.”
Desahannya semakin mengerang, aku pun khawatir
akan ada tetangga yang memergoki kami bercinta di
kamar yang kasurnya berselubung kelambu biru ini.
Untuk mengantisipasi hal ini, kembali kukulum
hidungnya dan kucum bibirnya bergantian agar ia
tidak memberontak dengan suara erangannya.
Tangannya yang lincah sering berpindah-pindah
menahan rasa geli bercampur nikmat akibat sodokan
kontolku. Sesekali menggebuk-gebukkan bahuku,
sesekali menjambak rambutku, menjambak sprei
kasurnya, ataupun menjangkau barang-barang
apapun yang bisa ia genggam menahan sodokan
kontolku. Tidak jarang pula kedua kakinya yang
terlentang ia angkat atau ia lipat meliliti bokongku
bergantian. Lima menit kemudian, ia berhasil
mengalami orgasme keduanya. Membuat sodokanku
lebih kencang dalam melakukannya, ditambah ada
air segar yang melicinkan jalan senggama kami.
“Ahhh…ah…ah…..embhhh…akhhhh, mas,,,,,”begitu
desahnya karena tidak tahan.
Sedangkan kontol ini masih buas-buasnya
menjelajahi alam bawah perutnya itu. Tetap
kudorong-dorong pantatku dan kusodok-sodok
memeknya. Kami bercinta dengan gaya tradisional,
misionaris. Kenyal dan nikmat terasa betul saat
kulakukan adegan ini dengan penuh gairah. Sekitar
dua puluh menit kami saling mendesah, saling
menunjukkan ekspresi yang membuatnya masing-
masing bergairah, dan saling berperang alat kelamin,
tiba juga aku di puncak asmaraku yang kedua.
Crotttt…crot…..srrrr….,spermaku muncrat lagi di
dalam liang senggamanya. Kuyakin ia bisa
merasakan dengan betul hangatnya semprotan
spermaku ini. Aku masih menunjukkan ekpresi orang
yang sedang mencapai puncak, terus mendesah-
desah nikmat di hadapannya. Dan bokongku tidak
henti-hentinya maju mundur sampai spermaku habis
menyemprotnya.
Aku kembali tergolek lemas dan jatuh tertelengkup
di atas tubuh wak li. Nafasku terengah-engah
merasakan sisa kenikmatan yang masih kurasa saat
kontolku masih gagah berdenyut-denyut. Wak li pun
demikian. Ia membelai rambutku sebagai pertanda
rasa sayang karena memuji kejantananku. Hari ini,
aku berhasil menggagahinya.
“Oh…wak li, memekmu ini bener-bener kenyal,
empot-empot rasanya. Aku pengin tiap hari kita
kayak gini, Wak.”
“Iya mas, mas juga gagah, ganteng, perkasa lagi.
Mas bisa bikin wak keluar dua kali. Edan kamu ini,
mas.”
Kami saling memuji kelebihan kami masing-masing
dalam membagi keromantisan yang terjadi hari ini.
Setelah itu, kukecup lagi bibir wak li dengan sangat
gemasnya.
Aku mencabut kontolku yang kian melemas. Kontol
ini sudah basah karena berperang di dalam medan
petempuran milik wak li yang sangat
menyenangkan. Lalu, aku berbaring di samping wak
li yang sama-sama lemas. Kami pun kembali
berciuman karena rasa sayang. Tanpa kami sadari,
kami terlalu larut dalam kenikmatan yang membuat
kami kelelahan. Kami pun tertidur pulas dalam
keadaan sama-sama telanjang.
Jam 4 sore aku terbangun dan dia masih tertidur
damai di sampingku. Senang sekali aku melihatnya.
Dia tertidur dengan gayanya yang manja. Lalu
kucium lagi pipi dan hidungnya bergantian sebagai
tanda sayang. Dan lagi-lagi, kontol ini kembali
berontak. Kontol ini kembali gagah perkasa ingin
melakukan aktivitas seksual yang beberapa jam lalu
kami lakukan. Tanpa permisi, kunaiki tubuh wak li
dan kusodok lagi memek wak li. Dia terbangun dan
mewajari kelakuan nakalku yang memang edan ini.
“Wak, aku ngaceng lagi. Kayaknya aku pengin lagi
nih,”ucapku penuh birahi.
Dia diam saja melihat ulahku. Pasrah. Akupun
kembali melakukannya dengan gaya bercinta yang
sama. Sekitar lima dua puluh lima menit aku
melakukan peperangan di dalam memek wak li.
Bedanya dengan yang sebelumnya, kali ini spermaku
kusemprotkan di luar. Saat aku hampir mencapai
klimask, kutarik kontolku dan kujulurkan benda
kebanggaanku di depan mukanya. Kukocok-kocok
dengan tanganku dan kontol ini kembali
memuntahkan spermanya. Sperma itu tumpah ruah
di muka wak li.
Setelah itu, tanpa ba-bi-bu lagi, kusudahi permainan
di ranjang kenikmatan ini meski kami tidak ingin
mengakhirinya. Tapi hari sudah sore dan orang-orang
akan mencurigai ada apa di dalam rumah wak li yang
sejak tadi siang pintunya tertutup. Kukenakan lagi
pakaianku yang tercecer di bawah. Sebelum pulang,
kucium lagi bibirnya dan ia pun membalas ciuman
bibirku.
Dan semenjak kejadian itu, hubungan kami berdua
semakin harmonis. Esoknya saat matahari
menjelang pergi, kuajak dia ke rumahku dan kami
kembali melakukan pertarungan dahsyat di
kamarku. Kuperbolehkan dia mengerang keras
sekeras-kerasnya saat kusodok, karena kamarku
memang didesain sebagai ruangan kedap suara.
Sore itu hingga malam kami melakukannya
sebanyak empat kali di tempat yang bergantian. Di
kamarku, di ruang tengah sambil nonton TV, di
mobil, dan di kamar mandi sambil saling
memandikan. Kami pun bermalas-malasan dan
selama jam-jam itu kami sama-sama telanjang bulat
meski kami tidak sedang melakukannya.
Dan ketika pagi datang, aku kembali melakukannya
di kamarku yang hangat. Orang-orang di luar sudah
mulai bertanya-tanya dimana wak li. Dan saat aku
keluar rumah, mereka sempat menanyaiku, namun
kujawab aku tidak tahu dimana. Padahal, dia ada di
dalam rumahku dan sedang menjadi simpananku
yang setia melayani nafsu birahiku.
Sampai disitu, aku dikejutkan dengan berita bahwa
istriku akan pulang dengan anakku. Cepat-cepat
kusudahi permainan ini, sehingga dia kukembalikan
ke habitat semulanya di tempat yang sangat
kurindukan sebagai penyedia obat pemuasku saat
pertama kali aku menyetubuhinya. Beberapa jam
kemudian istriku datang dan aku kembali menjalani
hari-hariku dengan keluargaku. Namun meski begitu,
aku dan wak li tetap melakukan hubungan seks
layaknya suami isteri. Kadang aku berbohong kalau
akan ikut ronda malam bergabung bersama Bapak-
bapak kompleks lain, namun sebenarnya aku tengah
menginap di rumah wak li dan melakukan kebiasaan
menyenangkan ini. Kadang pula Wak li bermain di
rumahku dan mengobrol dengan isteriku. Dan saat
itu, kubujuk istriku untuk pergi ke warung di
kompleks sebelah sekadar membeli makanan ringan
untuk wak li, padahal agar aku bisa memanfaatkan
waktu yang sangat berkualitas ini. Meski singkat, aku
tetap menikmatinya dengan cukup beronani di
hadapannya dalam keadaan telanjang bulat. Dan
kadang pula, saat isteriku kerja dan aku sedang
dalam masa cuti, kupergunakan waktuku ini dengan
membagi kasih sayang denga wak li sehingga kami
tetap melakukan hubungan seks seperti suami isteri
pada umumnya.
Begitulah ceritaku dengan wak li, janda tua yang
sangat menggairahkan. Bayangannya selalu muncul
saat aku menyetubuhi istriku. Dan sampai sekarang,
hubungan kami masih berlanjut.